Pendidikan Islam memiliki tiga tugas pokok. Pertama, transmisi ilmuilmu pengetahuan Islam (transmission of Islamic knowledge). Kedua, pemeliharaan tradisi Islam (maintenance of Islamic tradition). Ketiga, melahirkan calon-calon ulama (reproduction of ‘ulama’). Pesantren sebagai lembaga pendidikan berbasis agama (educational institution-based religion) di Indonesia yang memiliki peran krusial dalam membentuk umat dan peradaban di Indonesia sudah dapat dipastikan telah menjadi percontohan dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Pesantren dinilai sebagai pusat produksi pemikiran Islam di Indonesia bahkan juga sebagai motor terbentuknya peradaban pendidikan Islam di Indonesia. Ia dianggap sebagai institusi pendidikan tertua dan merupakan produk budaya keilmuan yang lahir dari rahim bumi Nusantara jauh sebelum lahirnya Negara Republik Indonesia.
A. Nilai dan
Prinsip Pesantren
Sebagai sebuah lembaga pendidikan keagamaan, sistem
pendidikan pesantren didasari, digerakkan, dan diarahkan oleh nilai-nilai
kehidupan yang bersumber pada ajaran dasar Islam yakni al-Qur’an, Hadits dan
Ijtihad. Nilai ini secara kontekstual disesuaikan dengan realitas sosial
masyarakat. Perpaduan kedua sumber nilai inilah yang membentuk pandangan hidup
dan menetapkan tujuan yang akan dikembangkan oleh pesantren. Secara garis
besar, nilai yang mendasari pesantren digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1.
Nilai-nilai agama yang
memiliki kebenaran mutlak yang bersifat fiqihsufistik dan berorientasi pada
kehidupan ukhrawi.
2.
Nilai-nilai agama yang
memiliki kebenaran relatif, bercorak empiris dan pragmatis untuk memecahkan
berbagai persoalan kehidupan menurut hukum agama.
Kedua nilai ini mempunyai hubungan vertikal dan hirarkis. Dalam kaitan ini, kyai menjaga nilai-nilai agama kelompok pertama, sedangkan ustadz dan santri menjaga nilai-nilai kelompok kedua. Hal inilah yang menyebabkan dalam sistem pendidikan pesantren sosok kyai menjadi sosok yang menentukan setiap perjalanan dan aktivitas pesantren (individual enterprise). Disamping nilai-nilai tersebut ada beberapa prinsip dalam pesantren, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama,
teosentris, artinya sistem pendidikan pesantren mendasarkan falsafah
pendidikannya pada filsafat teosentris. Falsafah ini berangkat dari pandangan
yang menyatakan bahwa semua kejadian berasal, berproses, kembali kepada
kebenaran Tuhan, dan pengaruh konsep fitrah dalam Islam. Maka semua aktivitas
pendidikan di pesantren dipandang sebagai ibadah dan bagian integral dari
totalitas kehidupan manusia, sehingga belajar di pesantren tidak dipandang
sebagai alat tetapi dipandang sebagai tujuan.
Kedua, pesantren
adalah tempat mencari ilmu dan mengabdi. Warga pesantren menganggap bahwa
pesantren adalah tempat mencari ilmu dan mengabdi. Ilmu yang dimaksud adalah
bersifat suci dan tak terpisahkan dari bagian agama, sehingga model pemikiran
mereka berangkat dari keyakinan dan berakhir dengan kepastian. Hal ini berbeda
dengan ilmu dalam arti science yang memandang setiap gejala yang mempunyai
kebenaran relatif dan bersyarat. Akhir dari pandangan ini adalah ilmu tidak
dipandang sebagai kemampuan berpikir metodologis, melainkan sebagai berkah.
Ketiga,
kesederhanaan. Salah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman perilaku
bagi warganya adalah penampilan sederhana. Sederhana yang dimaksud di sini
bukan identik dengan kemiskinan, tetapi kemampuan bersikap dan berpikir wajar,
proporsional, dan tidak tinggi hati.
Keempat, mandiri.
Dalam kehidupan pesantren, sifat mandiri tampak jelas. Sikap ini dapat dilihat
dari aktivitas santri dalam mengatur dan bertanggung jawab atas keperluannya
sendiri.
Kelima, kearifan,
yakni bersikap dan berperilaku sabar, rendah hati, patuh kepada ketentuan hukum
agama, tidak merugikan orang lain, dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan
bersama menjadi titik tekan dalam kehidupan pesantren dalam rangka mewujudkan
sifat arif.
Keenam, kebebasan
terpimpin. Prinsip ini digunakan pesantren dalam menjalankan kebijakan
kependidikannya. Konsep yang mendasarinya adalah ajaran bahwa semua makhluk
pada akhirnya tidak dapat keluar melampaui ketentuan-ketentuan sunnatullah. Di
samping itu, ada keyakinan bahwa masing-masing anak dilahirkan menurut
fitrah-Nya. Implikasi dari prinsip ini adalah warga pesantren mengalami
keterbatasan-keterbatasan namun tetap memiliki kebebasan mengatur dirinya
sendiri.
Ketujuh, sukarela
dan mengabdi. Karena mendasarkan kegiatan pendidikan sebagai suatu ibadah.
Penyelenggaraan pesantren dilaksanakan secara sukarela (ikhlas) dan mengabdi
kepada sesama dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.
Kedelapan,
kolektivitas. Pesantren menekankan pentingnya kolektivitas atau kebersamaan
lebih tinggi daripada individualisme. Implikasi dari prinsip ini, di pesantren
berlaku pendapat bahwa dalam masalah hak seseorang harus mendahulukan
kepentingan orang lain, sedangkan dalam masalah kewajiban, dia harus
mendahulukan kewajibannya sendiri sebelum orang lain.
Kesembilan, jiwa
persaudaraan (ukhuwah). Kehidupan di
Pondok Pesantren diliputi oleh suasana persaudaraan yang akrab, sehingga segala
kesenangan dirasakan bersama, dengan jalinan perasaan keagamaan. Persaudaraan
ini bukan saja selama di pondok itu sendiri; tetapi juga mempengaruhi ke arah
persatuan umat dalam masyarakat, sepulang mereka dari pondok.
Kesepuluh, restu kyai. Bahwa keberhasilan santri tidak diukur dengan ijazah yang ditandai dengan angka-angka, tetapi diukur dengan prestasi kerja yang diakui oleh masyarakat. Dalam kehidupan pesantren, semua aktivitas warga pesantren sangat tergantung pada restu kyai, baik ustadz, pengurus, maupun santri. Implikasi prinsip ini adalah tanda kelulusan ditentukan oleh kyai, sehingga warga pesantren sangat berhati-hati jangan sampai melakukan tindakan yang tidak berkenan di hadapan kyai.
Demikian pembahasan tentang nilai dan prinsip pesantren semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
0 Komentar