Santri Gaptek *** Bangka, Buntut panjang terkait kerugian lingkungan dari tata niaga timah, yang awalnya ditaksir mencapai Rp 271 triliun yang kemudian membengkak menjadi Rp 300 triliun, terus menjadi sorotan publik. Kasus ini tidak hanya menyeret beberapa tokoh ke ranah hukum, termasuk Harvey Moeis, tetapi juga melibatkan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, yang kini menghadapi tuduhan serius. Sebagai saksi ahli, Bambang dilaporkan ke Polda Kepulauan Bangka Belitung dengan tudingan kurang kompeten dalam menghitung kerugian tersebut.
Bambang Hero Saharjo, yang dikenal sebagai ahli lingkungan dari IPB, menjadi pusat perhatian setelah dituding tidak memiliki kapasitas untuk menghitung kerugian negara. Menurut Andi Kusuma, pengacara yang melaporkan Bambang, penghitungan yang dilakukan tidak relevan karena Bambang dianggap tidak memiliki keahlian dalam aspek keuangan negara.
“Kami ingin memastikan bahwa majelis hakim mempertimbangkan bukti lebih mendalam, tidak hanya menilai secara subjektif,” ujar Andi dalam konferensi pers seusai melaporkan Bambang ke Mapolda Bangka Belitung pada Rabu (08/01/2025).
Andi menambahkan bahwa laporan tersebut bukan untuk membela individu tertentu, seperti Harvey Moeis, melainkan untuk mempertanyakan keabsahan metodologi yang digunakan Bambang dalam menetapkan nilai kerugian lingkungan.
Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah metode perhitungan yang menggunakan citra satelit gratis dan tidak melibatkan banyak ahli. Dalam sidang sebelumnya, Bambang disebut-sebut tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai proses penghitungan tersebut.
“Metode yang digunakan tidak bisa diterima begitu saja. Selain itu, dampaknya sangat besar bagi ekonomi Bangka Belitung, banyak perusahaan tambang yang tutup, dan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan,” jelas Andi.
Kritik terhadap penghitungan kerugian ini tidak hanya datang dari pihak hukum, tetapi juga berbagai elemen masyarakat di Bangka Belitung. Sejumlah demonstrasi telah digelar, termasuk di depan kantor BPKP Pangkalpinang, untuk menuntut transparansi dan keadilan.
Andi juga memperingatkan bahwa jika kasus serupa terjadi di sektor pertambangan lain seperti nikel atau batu bara, maka dampaknya bisa meluas ke seluruh Indonesia. “Jika pertambangan yang sudah memiliki SPK (Surat Perintah Kerja) disalahkan sebagai korupsi lingkungan, semua tambang di Indonesia bisa terancam,” tambahnya.
Kombes Nyoman Merthadana, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bangka Belitung, menyatakan pihaknya telah menerima laporan pengaduan terkait Bambang Hero Saharjo dan akan mendalami kasus tersebut. Namun, perdebatan seputar nilai kerugian ini tampaknya masih jauh dari selesai, mengingat kompleksitas yang melibatkan aspek hukum, ekonomi, dan lingkungan.
Kasus ini juga memunculkan pertanyaan penting tentang peran perguruan tinggi dalam isu-isu nasional, terutama dalam hal kredibilitas akademisi yang terlibat sebagai saksi ahli. Sebagai institusi pendidikan terkemuka, IPB tentu diharapkan mampu memberikan klarifikasi atas berbagai tudingan yang mencuat.
Dengan isu ini terus menjadi perhatian, masa depan tata kelola tambang di Indonesia akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah, akademisi, dan masyarakat merespons serta menyelesaikan polemik ini secara adil dan transparan.
0 Komentar