Santri Gaptek *** Polisi telah menetapkan 17 orang sebagai tersangka dalam sindikat besar yang terlibat dalam pembuatan dan peredaran uang palsu di lingkungan UIN Makassar, Sulawesi Selatan. Barang bukti mencapai senilai ratusan triliun berhasil diamankan.
Menurut Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar yang berinisial AI, diketahui memegang peran kunci dalam operasi sindikat uang palsu tersebut. AI tidak hanya menyediakan tempat yang aman untuk memproduksi uang palsu, tetapi juga berbagai surat berharga negara (SBN) dan sertifikat deposit Bank Indonesia yang totalnya diperkirakan mencapai nilai ratusan triliun rupiah. Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, dalam konferensi pers yang berlangsung di Polres Gowa pada Kamis (19/12/2024), menjelaskan bahwa meskipun peran dalam sindikat ini beragam, namun AI dan seorang individu bernama MS dianggap sebagai tokoh sentral dalam jaringan ilegal ini.
Di sisi lain, sosok ASS, seorang pengusaha yang terlibat dalam sindikat ini, sempat berniat mencalonkan diri dalam Pilkada Sulsel 2024. Meskipun perannya cukup signifikan dalam sindikat tersebut, status hukum ASS masih belum jelas. Ia belum resmi menjadi tersangka ataupun terdaftar sebagai buronan (DPO). Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Alauddin mengungkapkan kecurigaan akan adanya keterlibatan pihak lain di kampus dan mendesak agar rektor kampus tersebut mundur. Namun, Rektor UIN Alauddin, Hamdan Juhannis, menanggapi hal ini dengan pernyataan singkat, menjelaskan bahwa dua oknum yang terlibat dalam kasus ini telah diberhentikan dengan tidak hormat dari institusi mereka.
Selain itu, Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyoroti dampak ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat, terutama pengusaha kecil dan menengah, akibat peredaran uang palsu. Menurut Bhima, para pelaku usaha kecil yang menerima uang palsu dan menyetorkannya ke bank akan mengalami kerugian langsung karena uang tersebut akan ditolak oleh pihak bank. Hal ini menunjukkan betapa merugikannya dampak dari peredaran uang palsu, yang bisa menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian lokal dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan yang sah.
Pengungkapan jaringan sindikat uang palsu di UIN Alauddin, Makassar, menunjukkan skema operasi yang telah berlangsung bertahun-tahun. Polisi mengidentifikasi tiga aktor sentral yang memiliki peran kunci dalam sindikat ini, yaitu AI, MS, dan ASS. Berikut adalah detail peran masing-masing individu yang terlibat dalam jaringan ini:
1. AI (Kepala Perpustakaan UIN Alauddin)
Sebagai salah satu otak di balik sindikat, AI memainkan peran vital dalam memastikan kelangsungan operasi. Ia menyediakan lokasi aman untuk produksi uang palsu, yaitu di lantai satu perpustakaan kampus UIN Alauddin. Mesin cetak modifikasi, yang sebelumnya berada di rumah MS, dipindahkan oleh AI ke perpustakaan pada malam hari agar tidak terdeteksi.
Tidak hanya menjadi fasilitator lokasi, AI juga memiliki ambisi politik yang diduga terkait dengan penggunaan uang palsu. Menurut catatan polisi, AI sempat berniat maju dalam Pilkada Kabupaten Barru, Sulsel, menggunakan uang palsu sebagai dana kampanye. Namun, rencananya gagal karena tidak mendapatkan dukungan partai politik.
2. MS (Pengusaha)
MS bertindak sebagai penyedia bahan baku dan pengelola awal produksi uang palsu. Di rumahnya, yang berlokasi di Jalan Sunu, Makassar, polisi menemukan berbagai barang bukti, seperti mesin cetak uang palsu berukuran kecil yang telah rusak, bahan baku percetakan, serta dokumen lainnya.
Selain itu, MS juga mengelola distribusi awal uang palsu sebelum operasinya berpindah ke perpustakaan kampus. Peran MS tidak hanya sebatas penyediaan logistik, tetapi juga sebagai penghubung antara anggota sindikat lainnya.
3. ASS (Pengusaha dan Mantan Kandidat Pilkada)
ASS memiliki peran strategis sebagai pemodal utama dalam pembelian mesin cetak uang palsu yang lebih besar dan canggih. Ia diduga memberikan dana kepada MS untuk mendukung operasional sindikat, termasuk pengadaan alat cetak senilai Rp 600 juta yang didatangkan dari Surabaya.
Selain itu, ASS juga disebut sebagai penghubung yang memperkenalkan AI kepada MS, memperkuat koneksi antara aktor-aktor utama dalam jaringan. Meski perannya signifikan, status hukum ASS masih belum jelas. Polisi menyatakan bahwa ASS belum ditetapkan sebagai tersangka karena belum ada dua alat bukti yang cukup. Saat ini, ASS dalam tahap penyelidikan lebih lanjut, dengan status yang menggantung sebagai bagian dari jaringan.
Jaringan yang Beroperasi Sejak 2010
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono, menyebutkan bahwa sindikat ini bukanlah organisasi baru. Operasi mereka tercatat dimulai sejak 2010 dan terus berlanjut hingga saat ini, dengan aktivitas yang sempat vakum di tahun 2012 namun kembali aktif pada 2022. Jangka waktu yang panjang ini menunjukkan bahwa sindikat telah menguasai teknik pemalsuan uang, termasuk belajar dan memodifikasi peralatan mereka untuk meningkatkan skala produksi.
Motivasi Politik dan Ambisi yang Gagal
Baik AI maupun ASS memiliki kesamaan: keduanya sempat menyatakan diri maju dalam Pilkada. AI di Kabupaten Barru, sementara ASS di Kota Makassar pada 2024. Namun, ambisi politik mereka terhenti karena tidak mendapatkan dukungan partai politik. Polisi menduga, uang palsu yang diproduksi ini direncanakan sebagai sumber dana kampanye, meski tidak terealisasi.
Polisi Masih Melanjutkan Penyidikan
Kapolres Gowa, AKBP Rheonald T. Simanjuntak, menegaskan bahwa penyelidikan masih terus berlangsung untuk menemukan pelaku lainnya yang mungkin berperan sebagai otak utama jaringan ini. Saat ini, tiga orang lainnya masih dalam status daftar pencarian orang (DPO), sementara polisi berhati-hati untuk memastikan setiap langkah penyelidikan tidak berujung pada kesalahan prosedur. Kasus ini tidak hanya menjadi gambaran bagaimana kejahatan terorganisir dapat menyusup ke institusi pendidikan, tetapi juga memperlihatkan betapa seriusnya dampak sosial dan ekonomi dari peredaran uang palsu. Polisi berkomitmen untuk membongkar seluruh jaringan ini dan memberikan efek jera kepada semua pelaku yang terlibat.
Daftar 17 Tersangka Kasus Pemalsuan Uang di UIN Makassar
Kasus besar pemalsuan uang di UIN Alauddin Makassar terus menjadi sorotan publik setelah polisi menetapkan sebanyak 17 orang sebagai tersangka. Para pelaku berasal dari berbagai latar belakang profesi, mulai dari kepala perpustakaan hingga ibu rumah tangga, menunjukkan betapa luas dan terorganisirnya jaringan sindikat ini. Berikut adalah daftar lengkap para tersangka beserta profesi dan usia mereka:
1. Kepala Perpustakaan UIN Alauddin
- AI (54 tahun): Diduga sebagai tokoh sentral dalam operasi sindikat ini, AI menyediakan tempat untuk produksi uang palsu, sertifikat deposit, hingga surat berharga negara (SBN) palsu.
2. Pegawai Bank BUMN
- IR (37 tahun) dan AK (50 tahun): Keduanya diduga membantu mengelola transaksi keuangan ilegal dan mempermudah distribusi uang palsu melalui jaringan perbankan.
3. Pengusaha
- MS (52 tahun): Salah satu figur penting dalam sindikat ini.
- JBS (68 tahun), ICH (42 tahun), M (37 tahun), SW (35 tahun), AA (42 tahun), dan R (49 tahun): Berperan dalam pendistribusian dan promosi dokumen palsu ke berbagai kalangan.
4. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
- SM (58 tahun), seorang dosen.
- SU (55 tahun), seorang guru.
- SA (52 tahun) dan MM (40 tahun), keduanya bekerja sebagai PNS di Sulawesi Barat.
5. Honorer
- MN (40 tahun): Terlibat dalam pengelolaan operasional produksi uang palsu.
6. Juru Masak
- K (48 tahun): Berperan dalam logistik dan kebutuhan teknis sindikat.
7. Ibu Rumah Tangga
- SA (60 tahun): Diduga memiliki jaringan untuk memasarkan uang palsu di tingkat komunitas.
Status Hukum dan Pelaku yang Masih DPO
Meski telah menangkap 17 tersangka, polisi mengungkap bahwa masih ada tiga pelaku lainnya yang kini menjadi buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Hingga kini, identitas ketiga pelaku tersebut belum diungkap secara detail demi kelancaran proses penyelidikan.
Skala Operasi yang Luas
Kasus ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman dari sindikat pemalsuan uang terhadap stabilitas ekonomi dan keamanan masyarakat. Peran dari setiap individu di dalam jaringan ini sangat strategis. Tidak hanya melibatkan otak operasi, tetapi juga orang-orang dari berbagai profesi yang tak terduga, seperti pegawai honorer, juru masak, bahkan seorang ibu rumah tangga.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Dampak dari kasus ini tidak hanya menggerus kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan, tetapi juga memberikan pukulan keras bagi pelaku usaha kecil yang sering kali menjadi korban langsung dari peredaran uang palsu. Dengan adanya kasus seperti ini, masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap transaksi keuangan, khususnya dalam memeriksa keaslian uang yang diterima.
Kapolda Sulsel berharap penangkapan ini menjadi pintu awal untuk mengungkap sindikat yang lebih besar dan memberikan efek jera kepada para pelaku. Penanganan kasus ini juga diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mendukung pemberantasan kejahatan serupa. Polisi terus menggencarkan penyelidikan guna menangkap sisa pelaku yang masih buron dan mengungkap jaringan lebih luas dari sindikat ini.
Mesin Cetak Uang Palsu Masuk ke Kampus
Hasil penyelidikan di Gedung Perpustakaan Syekh Yusuf UIN Alauddin Makassar mengungkap fakta mencengangkan: mesin cetak uang palsu seberat lebih dari dua ton berhasil diselundupkan dan ditempatkan di ruang perpustakaan kampus, tepatnya di lorong dekat pintu toilet pria dan wanita. Mesin tersebut tersembunyi di balik dinding tripleks, yang diakui oleh staf perpustakaan baru dibongkar saat polisi menyita alat tersebut. Menariknya, sebelum pengungkapan kasus ini, aktivitas di balik dinding tripleks itu tidak pernah terdeteksi, bahkan oleh staf yang bekerja di lokasi.
Seorang staf perpustakaan, yang namanya dirahasiakan, mengaku sering mendengar suara aktivitas di malam hari dari area tersebut, meskipun ruang baca perpustakaan seharusnya sudah ditutup sejak sore. Hal ini menambah misteri bagaimana kegiatan ilegal berskala besar bisa berlangsung di lokasi yang ramai oleh mahasiswa pada siang hari. Bahkan, Anita, seorang mahasiswi yang sering berkunjung ke perpustakaan, mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mencurigai apa pun. "Semuanya tampak biasa, orang membaca buku atau mencari referensi sesuai kebutuhan akademik," ujar Anita.
Modus Operasi dan Jalur Masuk Mesin
Menurut Kapolres Gowa, AKBP Rheonald T Simanjuntak, sindikat ini awalnya memproduksi uang palsu di tempat salah satu tersangka, MS, yang berlokasi di Jalan Sunu, Makassar. Namun, mesin yang digunakan pada awalnya berukuran kecil dan kapasitas produksinya terbatas. Untuk meningkatkan skala operasi, sindikat membeli mesin cetak besar seharga Rp600 juta di Surabaya. Mesin ini didatangkan dari China dan dibawa ke perpustakaan kampus oleh salah satu tersangka utama, AI, kepala perpustakaan UIN Alauddin.
AI memanfaatkan posisinya untuk menyelundupkan mesin ke dalam perpustakaan, memilih waktu malam hari agar tidak terlihat oleh siapa pun. Hal ini menjelaskan bagaimana mesin sebesar itu bisa masuk tanpa memancing kecurigaan. Selama bertahun-tahun, perpustakaan menjadi pusat operasi sindikat, tempat uang palsu diproduksi dalam jumlah besar sebelum didistribusikan ke berbagai wilayah, termasuk Kabupaten Gowa.
Dampak Peredaran Uang Palsu di Pasar Tradisional
Kasus ini tidak hanya merugikan institusi pendidikan tetapi juga membawa dampak nyata bagi masyarakat, terutama pedagang kecil di Pasar Sentral Sungguminasa Gowa. Mustari Limpo, seorang pedagang berusia 52 tahun, mengungkapkan bahwa uang palsu sudah beberapa kali ditemukan di pasar, bahkan sebelum kasus sindikat UIN Alauddin terungkap. Dua tahun lalu, Mustari sendiri pernah menerima uang palsu pecahan Rp50.000 dari seorang pembeli.
Setelah kasus ini mencuat, para pedagang kini lebih waspada, terutama ketika menerima uang pecahan besar seperti Rp100.000. "Kami harus teliti, apalagi dengan adanya informasi soal kasus di kampus UIN ini. Pencegahan adalah kunci," ungkap Mustari. Menurutnya, kesadaran untuk memeriksa uang menjadi bagian dari rutinitas pedagang, terutama setelah munculnya kabar tentang jaringan sindikat uang palsu ini.
Himbauan untuk Masyarakat
Kasus pemalsuan uang yang melibatkan institusi pendidikan seperti ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap uang yang diterima dalam transaksi sehari-hari. Polisi mengimbau agar masyarakat, khususnya pedagang, memanfaatkan alat sederhana seperti lampu UV atau trik manual seperti meraba tekstur uang untuk memastikan keasliannya. Selain itu, kesadaran kolektif untuk melaporkan dugaan peredaran uang palsu dapat membantu pihak berwenang menghentikan operasi sindikat semacam ini di masa depan.
Kasus ini bukan hanya tentang peredaran uang palsu, tetapi juga mencerminkan tantangan dalam menjaga integritas institusi pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat pembelajaran dan pengembangan intelektual, bukan pusat aktivitas kriminal. Pihak kepolisian berkomitmen untuk terus menyelidiki kasus ini dan menangkap pelaku lainnya yang masih dalam pelarian.
0 Komentar