Hukum Ziarah Kubur Bagi Perempuan Haid

 Hukum Ziarah Kubur Bagi Perempuan Haid

Pada awal perkembangan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Larangan ini memiliki beberapa alasan utama, yang berkaitan dengan konteks sosial dan keagamaan saat itu diantaranya sebagai berikut:


1. Mencegah Syirik

Pada masa awal Islam, banyak masyarakat Arab yang masih menganut kepercayaan politeisme dan melakukan praktik-praktik yang mendekati syirik (menyekutukan Allah), seperti penyembahan berhala dan pemujaan arwah nenek moyang. Nabi Muhammad SAW khawatir jika umat Islam yang baru saja memeluk agama ini melakukan ziarah kubur, mereka mungkin akan kembali terpengaruh oleh kebiasaan-kebiasaan lama yang syirik, seperti meminta bantuan kepada arwah atau memuja kuburan.


2. Menghindari Kesedihan Berlebihan

Di masa itu, ada kebiasaan meratapi dan menangisi orang yang telah meninggal dengan cara yang berlebihan. Ini bisa mengganggu keimanan dan ketenangan jiwa. Dengan melarang ziarah kubur, Nabi Muhammad SAW ingin memastikan bahwa umat Islam tidak terjerumus dalam praktik-praktik yang berlebihan tersebut.


3. Pendidikan dan Konsolidasi Keimanan

Pada awal penyebaran Islam, fokus utama Nabi Muhammad SAW adalah memperkuat iman dan tauhid umat. Pelarangan ziarah kubur membantu mencegah gangguan atau distraksi dari fokus utama ini, yaitu memperkuat keyakinan hanya kepada Allah SWT dan menghindari segala bentuk penyembahan selain kepada-Nya.

Namun, seiring dengan kematangan keimanan umat Islam dan semakin kuatnya pemahaman mereka tentang tauhid, Nabi Muhammad SAW kemudian mencabut larangan ini. Sebagaimana dinyatakan dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

وَعَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ الْحَصِيبِ الْأَسْلَمِيِّ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا - رَوَاهُ مُسْلِم ٌ .زَادَ اَلتِّرْمِذِيُّ: - فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ - .زَادَ ابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ: - وَتُزَهِّدُ فِي الدُّنْيَا -  .

Artinya: Dari Buraidah bin al-Khashib Al-Aslami ra berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah kalian.’” (HR. Muslim).

Ziarah kubur kemudian diperbolehkan dengan tujuan yang lebih edukatif dan reflektif, yaitu untuk mengingatkan umat Islam akan kematian dan kehidupan akhirat, serta untuk mendoakan orang-orang yang telah meninggal. Dengan dicabutnya larangan ini, ziarah kubur menjadi bagian dari praktik keagamaan yang dianjurkan dalam Islam, selama tidak disertai dengan praktik-praktik syirik atau perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam. 

Imam At-Tirmidzi menambahi hadist ini “Sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kita pada akhirat”- Ibnu Majah menambahi dari hadist Ibnu Mas’ud: “Sesungguhnya ziarah kubur dapat menjadikan zuhud di dunia”.

Dalam hadist shahih yang lain di riwayatkan:

قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: { مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيهِ الْمُؤْمِنِ كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ إلَّا عَرَفَهُ وَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ }صححه أبو محمد عبد الحق.

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa melewati kuburan saudara mukminnya yang ia kenal semasa di dunia, kemudian ia mengucapkan salam kepadanya, kecuali dia (penghuni kubur) mengenalnya dan menjawab salamnya”. Hadits Sahih - Abu Muhammad Abdul Haq.

Selain itu, Imam Ahmad juga meriwayatkan hadist sebagai berikut:

إن النبي صلي الله عليه وسلم " كان يخرج الي البقيع فيقول السلام عليكم دار قوم مؤمنين وانا ان شاء الله بكم لا حقون اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد " رواه أحمد في مسنده.

Artinya: “Sesungguhnya Nabi SAW pernah keluar ke makam Baqi’, kemudian beliau mengucapkan: “Assalamualikum Dara Qoumin mukminin wa inna insyaAllahu bikum lahiqun, Allahumma ighfir li-Ahli al-baqi’ al-Ghoqod”. (HR. Imam Ahmad).

Berdasarkan hadist-hadist di atas, para ulama menegaskan bahwa ziarah kubur itu disunahkan bagi kaum lelaki. Bahkan menurut Imam al-Aabdariy telah terjadi ijma’ muslimin tentang sunnahnya ziarah kubur bagi kaum lelaki sebagaimana pernyataan dalam sebuah kutipan berikut ini: 

أما الأحكام فاتفقت نصوص الشافعي والأصحاب علي انه يستحب للرجال زيارة القبور وهو قول العلماء كافة نقل العبدرى فيه اجماع المسلمين

Artinya: “Adapun mengenahi hukum-hukum ziarah kubur telah ada kesepakatan antara nas-nas Imam Syafi’i dan al-Ashab bahwa ziarah kubur disunahkan bagi kaum lelaki, dan itu merupakan kesepakatan para ulama’. Imam al-Abdary menukil bahwa dalam hal ini telah terjadi ijma’ muslimin”. (Imam Nawawi, Al-Majmu’: 5/310).


Adapun mengenai hukum ziarah kubur bagi wanita ada beberapa hadits yang secara konteks bertentangan satu sama lain. 

1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ عِنْدَ قَبْرٍ وَهِيَ تَبْكِي فَقَالَ اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي. (رواه البخاري)

Artinya: Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan melewati perempuan yang berada di samping kuburan, ia dalam keadaan menangis. Lalu Rasulullah berkata: “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!”. (HR. Bukhari).

Pada hadist ini, Nabi tidak melarang wanita berziarah, akan tetapi hanya memberi nasehat saja.

2. Hadits yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha: 

عن عَائِشَةَ قَالَتْ : قُلْت كَيْفَ أَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَعْنِي إذَا زَارَتْ الْقُبُورَ قَالَ : قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدَّارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ. (السنن الكبرى للبيهقي)

Artinya: Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Aku bertanya: “Apa yang harus saya ucapkan ketika ziarah kubur, wahai Rasulallah!”. Rasulullah menjawab: “Ucapkanlah doa:

السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدَّارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُون

Dalam hadits yang kedua ini, Nabi juga tidak melarang Aisyah berziarah.

3. Hadits diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi: 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : لَعَنَ اللَّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ.السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي - (ج 4 / ص 78)

Artinya: “Dari Abi Hurairoh, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Allah melaknat perempuan-perempuan yang sering berziarah kubur”. (HR. Baihaqi).

Hadits di atas menerangkan bahwa Allah tidak suka ada perempuan yang sering berziarah kubur. Lantas bagaimana para ulama menyikapi perbedaan hadits-hadits di atas? Para ulama fiqih berbeda pendapat dalam menyikapi hukum bagi wanita berziarah kubur. Perbedaan itu berawal dari perbedaan riwayat hadits-hadits yang telah dipaparkan di atas. Dalam konteks ini, Imam ar-Ramli berpendapat yang termaktub dalam kitab Nihayah al-Muhtaj sebagai berikut:

(وَتُكْرَهُ ) زِيَارَتُهَا ( لِلنِّسَاءِ ) وَمِثْلُهُنَّ الْخَنَاثَى لِجَزَعِهِنَّ ، وَإِنَّمَا لَمْ تَحْرُمْ عَلَيْهِنَّ لِخَبَرِ عَائِشَةَ قَالَتْ : قُلْت { كَيْفَ أَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَعْنِي إذَا زَارَتْ الْقُبُورَ قَالَ : قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدَّارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ } ( وَقِيلَ تَحْرُمُ ) لِخَبَرِ { لَعَنَ اللَّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ } وَحُمِلَ عَلَى مَا إذَا كَانَتْ زِيَارَتُهُنَّ لِلتَّعْدِيدِ وَالْبُكَاءِ وَالنَّوْحِ عَلَى مَا جَرَتْ بِهِ عَادَتُهُنَّ ، أَوْ كَانَ فِيهِ خُرُوجٌ مُحَرَّمٌ ( وَقِيلَ تُبَاحُ ) إذَا أُمِنَ الِافْتِتَانُ عَمَلًا بِالْأَصْلِ وَالْخَبَرِ فِيمَا إذَا تَرَتَّبَ عَلَيْهَا شَيْءٌ مِمَّا مَرَّ ، وَفَهِمَ الْمُصَنِّفُ الْإِبَاحَةَ مِنْ حِكَايَةِ الرَّافِعِيِّ عَدَمَ الْكَرَاهَةِ ، وَتَبِعَهُ فِي الرَّوْضَةِ وَالْمَجْمُوعِ وَذَكَرَ فِيهِ حَمْلَ الْحَدِيثِ عَلَى مَا ذُكِرَ ، وَأَنَّ الِاحْتِيَاطَ لِلْعَجُوزِ تَرْكُ الزِّيَارَةِ لِظَاهِرِ الْحَدِيثِ ، وَمَحَلُّ هَذِهِ الْأَقْوَالِ فِي غَيْرِ زِيَارَةِ سَيِّدِنَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَمَّا هِيَ فَلَا تُكْرَهُ بَلْ تَكُونُ مِنْ أَعْظَمِ الْقُرُبَاتِ لِلذُّكُورِ وَالْإِنَاثِ ، وَيَنْبَغِي أَنْ تَكُونَ قُبُورُسَائِرِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْأَوْلِيَاءِ كَذَلِكَ كَمَا قَالَهُ ابْنُ الرِّفْعَةِ وَالْقَمُولِيُّ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ.

Artinya: “Dimakruhkan ziarah kubur bagi para wanita, karena larutnya mereka dalam kesedihan. Dan tidak sampai haram hukumnya, karena ada riwayat hadits dari ‘Aisyah beliau berkata: “Saya bertanya kepada baginda Rasulullah, apa yang saya ucapkan jika aku berziarah kubur wahai Rasulullah? Rasulullah menjawa: “Ucapkanlah: “Assalamu ‘ala ahli al-dar minal mukminin wal muslimin, wa yarhamullahu al-mustaqdimin wal-musta’khirin, wa innaa insyaAllahu bikum laahiqun”. Ada yang mengatakan haram karena terdapat hadits: “Allah melaknat wanita yang berziarah kubur”, namun keharaman ini terjadi jika perempuan peziarah tersebut sampai nangis-nangis, menyebutkan semua kebaikan orang yang diziarahinya, seperti kebiasaan perempuan pada umumnya, atau jika ia keluar dari rumahnya ada unsur keharaman. Dan adapula yang mengatakan wanita berziarah hukumnya mubah. Hal ini jika olehnya wanita berziarah tersebut tidak menimbulkan fitnah. Perbedaan hukum di atas berlaku untuk selain kuburan para Nabi. Menziarahi kubuaran para Nabi hukumnya sunah baik untuk laki-laki ataupun perempuan. Begitu juga hukumnya sunah seperti berziarah kuburan para nabi adalah berziarah pada kuburan orang-orang shalih, para wali dan ulama’”. (Imam ar-Ramli, Nihayah al-Muhtaj: 8/381). 


Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Makruh hukumnya seorang wanita ziarah kubur, begitu juga bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa), karena kebiasaannya mereka sering terbawa perasaan, sehingga menangis sejadi-jadinya. Namuh demikian hukum makruh ini tidak sampai haram sebagaimana hadits yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas.


2. Ada yang berpendapat haram hukumnya seorang perempuan ziarah kubur karena ada sebuah hadits: “Allah melaknat wanita yang berziarah kubur”, meski demikian hukum haram ini jika perempuan peziarah tersebut nangis-nangis, sampai menyebutkan semua kebaikan orang yang diziarahinya, sebagaimana kebiasaan para perempuan pada umumnya.


3. Ada pula yang mengatakan mubah hukumnya wanita berziarah kubur. Hal ini apabila wanita yang berziarah tidak menimbulkan fitnah.


Hukum kemakruhan ziarahi kubur bagi wanita sebagaimana diungkapkan oleh Imam ar-Ramli di atas berlaku bagi selain kuburan para nabi. Sedangkan menziarahi kuburan para nabi hukumnya sunah baik untuk laki-laki ataupun perempuan. berziarah ke kuburan para orang-orang saleh, para wali dan ulama’ sebagaimana yang telah dikemukakan dalam kutipan di atas.


Sehingga telah jelas bahwa tidak ada ketentuan hukum yang berbeda terkait ziarah kubur bagi wanita yang sedang dalam keadaan suci maupun dalam keadaan haid. Hanya saja bagi para wanita yang sedang haid ada beberapa perkara yang harus di perhatikan ketika berziarah kubur dan sedang dalam kondisi haid diantaranya adalah:


Pertama: Pada saat memebaca ayat Al Qur’an tatkala tahlil seperti; surat al-Fatihah, surat al-Ikhlas, surat an-Nas dan surat al-Falaq, ayat kursi, dimana seorang perempuan yang sedang haid dilarang membaca ayat al-Qur’an dengan tujuan qiroatul qur’an, namun jika tujuannya tidak qiroatul qur’an melainkan bertujuan dzikir atau wirid maka hukumnya diperbolehkan.


Kedua: Membawa dan menyentuh mushaf (sesuatu yang terdapat tulisan Al Qur’an), karena hal ini juga merupakan sebuah larangan bagi wanita yang sedang Haid.

Wallahu a’lam bisshawab.

Posting Komentar

0 Komentar