Hukum Seorang Istri Menggugat Cerai Suaminya yang Tidak Sholat

SANTRI GAPTEK - Sebuah keharmonisan dan keutuhan dalam sebuah rumah tangga adalah impian serta idaman bagi setiap pasangan, tentu setiap pernikahan yang dilaksanakan selalu dido’akan agar supaya bisa mencapai keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Sebuah keluarga yang penuh cinta kasih dan ketenangan bagi setiap anggota keluarga.

Namun masalah dalam rumah tangga terkadang menjadikan pasangan suami istri harus membuat sebuah keputusan untuk meneruskan jalannnya masing-masing, dengan kata lain keutuhan rumah tangganya tidak bisa dipertahankan karena suatu alasan yang kuat.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dikatakan demikian:

 (أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللهِ الطَّلَاقُ (رواه أبو داود وابن ماجه

Artinya: “Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Sebenarnya perceraian dalam sebuah ikatan sebuah pernikahan adalah sebagai solusi terakhir jika memang keutuhan sebuah rumah tangga tidak bisa dipertahankan. Selama masih bisa dipertahankan, maka perceraian sebaiknya tidak dilakukan karena tidak disukai Allah swt sebagaimana ditegaskan hadits di atas, dan besar kemungkinan perceraian akan menimbulkan madhorot bagi kedua belah pihak. Lalu bagaimana pandangan islam tentang seorang istri yang menggugat cerai suaminya dengan alasan karena suaminya tidak mau melaksanakan sholat?

Sebelum kita membahas lebih jauh dari permasalahan diatas Kang Santri akan mengutip perkataan dari Imam An - Nawawi tentang khulu. Khulu sebagaimana yang dikatakan Imam An - Nawawi adalah sebagai berikut:

 اَلْفُرْقَةُ بِعَوضٍ يَأْخُذُهُ الزَّوْجُ (محي الدين شرف النووي، روضة الطالبين وعمدة المفتين، بيروت-المكتب الإسلامي، ج، 7، ص. 347

“Khulu adalah percerain dengan iwadl (pengganti atau tebusan) yang diambil oleh suami”. (An - Nawawi, Raudlatuth Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, Bairut-Darul Fikr, tt, juz, VII, h. 347)

Maksud dari pernyataan diatas adalah perceraian dengan tebusan dari istri yang diberikan kepada suami. Dengan kata lain seorang istri menggugat cerai suaminya dengan memberikan tebusan kepadanya, agar ia bisa terbebas dari ikatan atau tali pernikahan.

Sedangkan khulu itu sendiri ada dua macam, kategori pertama adalah khulu yang didasari oleh suatu alasan, dan yang tidak didasari suatu alasan. Adapun khulu yang didasari suatu alasan dibagi empat macam. Salah satunya adalah khulu yang dihukumi mubah (diperbolehkan). Kemudian khulu yang dihukumi mubah ini dibagi menjadi dua. Salah satunya adalah karena ketidaksukaan istri kepada suami, yang memang karena akhlak suami tidak baik (tidak terpuji), watak suami keras dan kasar, penampilan dan peragainya suami tidak elok dipandang, atau karena suami tidak mau taat kepada agamanya. Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi:

 فَأَمَّا الْكَرَاهَةُ فَهُوَ أَنْ تَكْرَهَ مِنْهُ إِمَّا سُوءَ خُلُقِهِ ، وَإِمَّا سُوءَ فِعْلِهِ وَإِمَّا قِلَّةَ دِينِهِ وَإِمَّا قُبْحَ مَنْظَرِهِ وَهُوَ مُقِيمٌ بِحَقِّهَا. (الماوردي، الحاوي الكبير، بيروت-دار الكتب العلمية، 1414هـ/1994م، ج، 10، ص. 5)

“Adapun ketidaksukaan istri terhadap suami, yang bisa jadi karena kejelekan akhlak dan perilaku suami, atau bisa jadi kurangnya ketaatan terhadap agamnya atau karena penampilannya tidak sedap dipandang, meskipun suami telah memenuhi haknya istri”. (Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, Bairut-Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1414 H/1994 H, juz, X, h. 5).

Dari pernyataan di atas bisa kita tarik kesimpulan bahwa seorang istri boleh menggugat cerai suaminya dengan alasan si suami tidak mau menunaikan sholat. Namun seorang istri hendaknya juga berusaha terlebih dahulu dan tidak bosan-bosan untuk mengingatkan dan mengajak suami melaksanan sholat. Namun apabila si suami tetap tidak mau melaksankan sholat maka sang istri pun diperbolehkan meminta/menggugat cerai suaminya.

Referensi lain bisa di lihat dalam kitab Roudlotu Tholibin:

كِتَابُ الْخُلْعِ. هُوَ الْفُرْقَةُ بِعِوَضٍ يَأْخُذُهُ الزَّوْجُ، وَأَصْلُ الْخُلْعِ مُجْمَعٌ عَلَى جَوَازِهِ، وَسَوَاءٌ فِي جَوَازِهِ خَالَعَ عَلَى الصَّدَاقِ أَوْ بَعْضِهِ، أَوْ مَالٍ آخَرَ أَقَلَّ مِنَ الصَّدَاقِ، أَوْ أَكْثَرَ، وَيَصِحُّ فِي حَالَتَيِ الشِّقَاقِ وَالْوِفَاقِ، وَخَصَّهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ بِالشِّقَاقِ، ثُمَّ لَا كَرَاهَةَ فِيهِ إِنْ جَرَى فِي حَالِ الشِّقَاقِ، أَوْ كَانَتْ تَكْرَهُ صُحْبَتَهُ لِسُوءِ خُلُقِهِ أَوْ دِينِهِ، أَوْ تَحَرَّجَتْ مِنَ الْإِخْلَالِ بِبَعْضِ حُقُوقِهِ، أَوْ ضَرَبَهَا تَأْدِيبًا فَافْتَدَتْ. وَأَلْحَقَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ بِهِ مَا إِذَا مَنَعَهَا نَفَقَةً أَوْ غَيْرَهَا فَافْتَدَتْ لِتَتَخَلَّصَ مِنْهُ.

Kitab Fiqih hanbali al-Mughni juz 7 hal 323

وَجُمْلَةُ الْأَمْرِ أَنَّ الْمَرْأَةَ إذَا كَرِهَتْ زَوْجَهَا، لِخَلْقِهِ، أَوْ خُلُقِهِ، أَوْ دِينِهِ، أَوْ كِبَرِهِ، أَوْ ضَعْفِهِ، أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ، وَخَشِيَتْ أَنْ لَا تُؤَدِّيَ حَقَّ اللَّهَ تَعَالَى فِي طَاعَتِهِ، جَازَ لَهَا أَنْ تُخَالِعَهُ بِعِوَضٍ تَفْتَدِي بِهِ نَفْسَهَا مِنْهُ

Kitab Mukhtoshor fiqh Islami juz 1 hal 843

إذا كرهت الزوجة زوجها لنقص دينه كترك الصلاة، أو ترك العفة، فإذا لم يمكن تقويمه وجب عليها أن تسعى لمفارقته

Akhir kata Kang Santri do'akan, semoga kita selalu diberikan hidayah dan selalu dalam lindungan serta rahmat Allah Swt. Untuk terus berbuat kebaikan dan mentaati perintahnya dan menjauhi larangannya. Aamiin…


Posting Komentar

0 Komentar